Headlines News :
Home » » Indonesia Melanggar Agenda 21

Indonesia Melanggar Agenda 21

Written By Rumah Baca Philosophia on Senin, 01 Juli 2013 | 09.33

Pembangunan suatu Negara tidak lagi semata-mata dinilai dari cepatnya laju pertmbuhan ekonomi, tingginya pendapatan perkapita. Sejak tahun 1950-an terjadi pergeseran paradigm tentang pembangunan. Kondisi tersebut ddukung dengan laporan bank dunia tahun 2003 yang mengjutkan semua Negara, khususnya Negara-negara yang sejak saat ini giat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dilaporkan bahwa di berbagai belahan dunia, sejumlah negara telah mencatat laju pertumbuhan ekonomi yang cukup mengesankan dan bahkan berlangsung secara konsisten dalam satu-dua dekade. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi tersebut ternyata tidak serta merta mereduksi kemiskinan. Kesenjangan distribusi pendapatan bahkan tetap tak terkoreksi. Disebutkan bahwa sedikitnya 3 (tiga) milyar penduduk bumi masih berada dalam kemiskinan (hanya memperoleh pendapatan kurang dari US$ 2 per hari) (agussalim, 2006).

Setelah kesadaran semua Negara tentang indikator yang keliru dalam menilai keberhasilan pembangunan, paradgima pembangunan bergeser kearah kesejahteraan dan pemertaan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan namun harus dinikmati oleh semua warga Negara. Itulah sebabnya mengapa indicator pembangunan mulai memasukkan aspek social dengan dibuatnya sebuah indicator social-ekonomi yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli. Namun nampaknya beberapa Negara khsusunya yang memiliki memliki potensi sumber daya alam yang besar mulai memikirkan ulang konsep pembangunan. 

Pada tahun 1962 seorang perempuan peneliti bernama Rachel L.Carson menulis buku “Silent Spring” yang melihat rusaknya kehidupan mahluk hidup akibat pengunaan Dichloro-dhipenly-trichloroethane (DDT) sehingga buku tersbut menandai perubahan paradigm pembangunan yang ramah lingkungan. Hasil penelitian tersbut masih terlihat relevan pada saat ini. Dalam working paper yang ditulis oleh bank dunia tahun 2008 menunjukkan paradox dalam perekonomi beberapa Negara, khusunya bagi Negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bebrapa Negara East Asia & Pacific, Europe & Central Asia, Latin America&Caribbean, Middle East&North Africa, South Asia Sub-Saharan Africa dilaporkan mampu meredkusi tngkat kemiskinan, bahkan Negara Middle East & North Africa mampu menrunkan angka kemiskinanya dibawah 10%. Namun menariknya Negara yang mampu mereduksi tingkat kemiskinan juga memiliki tingkat pencemaran lingkungan yang tinggi. Dilaporkan bahwa Negara East Asia & Pacific memiliki emisi karbonioksida yang tinggi. Tercatat lebih dari 5 milyar ton emisi karbonioksida yang diproduksi Negara-negara tersebut. 

 Berdasarkan banyak fakta tersebut saat ini pembangunan justru memusatkan perhatian pada kelestatian lingkungan. Jadi pembangunan tdak dilihat semata-mata membiknya ekonomi, pendidikan dan kesehatan tapi lebih jau lagi melhat aktivitas ekonomi tidak menyeybabkan kerusakan terhadap lingkungan. Maka dari itu sebgian besar Negara didunia melakukan pertemuan yang dimotori oleh PBB.Puncaknya adalah perrtemuan di Rio De Janairo Brazil pada tahun 1992 yang menghasilkan apa yang dibut sebagai Agenda 21. 

Agenda 21 terdiri dari 27 pasal yang semuanya mengatur tentang pentingya aspek lingkungan dalam pembangunan. Sampai saat ini Agenda 21 dijadikan acuan internasional untuk melihat sejauh mana sebauh Negara melakukan pembangunan tanpa merusak lingkungan.

Salah satu Negara yang termasuk dalam konferensi tersebut adalah Indonesia. Lapora yang terbaru tahun 2013 Indonesia digugat oleh Negara tentangga Malaysia dan singapura terkait dengan kabut asap akibat pembakaran lahan yang terjadi di Riau untuk membuka lahan perkebunan. Diperkirakan total luas lahan yang terbakar sekitar 400 hektar. Kabut asap tebal yang diekspor indoensia merupakan satu pelanggaran terhadap pasal dalam agenda 21. Dalam pasal 2 djelaskan bahwa setiap Negara dipersilahkan untuk mengelolah sumber daya alam namun tetap memperhatikan askpek kerusakan lingkungan dan tidak dan tidak diperbolehkan untuk memberikan dampak terhadap Negara lain.

Meskipun saat ini pemerintah telah meminta maaf atas kejadian tersebut namun belum jelas sikap pemerintah terhadap pelaku pembakaran lahan. Diduga ada delapan perusahaan yang terlibat dalam pembakaran tersebut. Seharusnya pemerintah memberikan sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang terlibat dalam pembakaran lahan. Jika perlu pemerintah mencabut izin untuk melakukan investasi di Indonesia bukan justru menutup-nutupi perusahaan yang terlibat. Aksi pembakaran lahan secara besar-besaran yang berdampak pada pencemaran udara bagi Negara tetangga sudah berlangsung lama. Tercatat tidak hanya di Riau tapi beberapa propinsi Di Indonesia juga pernah melakukan hal yang sama, namun tidak ada sanksi yang tegas dari pemerintah. 

Oleh: Syahril ( Peneliti Philosophia Institute) 

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Mengenai Kami

Foto saya
Jika Ionia, tempat bermulanya pemikiran Yunani, dianggap sebagai tempat kelahiran kebudayaan Barat, maka diharapkan kehadiran Rumah Baca Philoshopia dan taman baca lainnya yang ada di Makassar akan menjadi spirit dan benih revolusi paradikmatik di Kota Anging Mamiri ini.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Rumah Baca Philosophia - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template