Headlines News :
Home » » Cemilan Penumpuk Lemak Jahat

Cemilan Penumpuk Lemak Jahat

Written By Rumah Baca Philosophia on Minggu, 11 Desember 2011 | 20.21

Cemilan Penumpuk Lemak Jahat 

Oleh : Andi Rara Nuralam Amir
Dalam sejarah kesusastraan Indonesia dikenal istilah sastra diresmikan dan sastra tidak diresmikan. Adanya dikotomi ini dikarenakan munculnya penerbit miliki pemerintah kolonial Belanda bernama Balai Pustaka pada tahun 1917. Karya sastra yang diterbitkan oleh Balai Pustaka inilah yang disebut sastra yang diresmikan. Penerbitan karya sastra ini juga tidak lepas dari tendensi pemerintah Belanda, dan isinya tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah Belanda.

Karya-karya sastra yang diterbitkan oleh penerbit lain inilah disebut karya sastra tidak diresmikan. Dianggap sebagai karya sastra ‘pinggiran’, ‘rendahan’, dan termarjinalkan karena tidak diterbitkan oleh Balai Pustaka. Karya-karya ini banyak dilarang beredar luas karena dinilai ilegal, tidak standar, dan tidak sesuai dengan ideologi dan kebijakan pemerintah Kolonial. Konstruk hegemoni—dikotomi karya sastra—dibentuk oleh individu-individu dan lembaga yang memegang kekuasaan pada saat itu.

Karya sastra pinggiran ini dinilai sebagai karya sastra yang tidak memiliki fungsi dan tujuan sosial. karenanya, sastra pinggiran selalu diremehkan. Namun anehnya, sastra pinggiran ini banyak diminati oleh pembaca. Akhirnya karya sastra pinggiran ini disebut dengan sastra populer.

Seiring perkembangan zaman, sastra populer makin diminati banyak kalangan terutama remaja Indonesia. Demam sastra populer ini dimulai pada tahun 1970-an. Alasannya adalah meningkatnya jumlah penduduk dan penduduk yang berlatarbelakang pendidikan sekolah dasar atau pendidikan menengah pada tahun 1950-an. Bertambahnya minat baca kaum terpelajar ini dianggap karena peningkatan kemampuan baca tulis masyarakat Indonesia.

Selain itu, kaum terpelajar dan ibu-ibu rumah tangga mengisi waktu luang mereka dengan membaca. Ini merupakan dorongan naluriah mereka yang terpelajar. Pada akhir 1960-an, kaum perempuan yang konsumtif menjadi potensi besar industri percetakan. Para ibu mengisi waktu luang mereka dengan membaca sebaagi hiburan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh industri percetakan pada saat itu.

Perekonomian Indonesia juga membaik pada masa-masa ini. daya beli masyarakat meningkat dan permintaan akan barang-barang termasuk buku (bacaan) juga meningkat. Bahkan bacaan yang khusus ditujukan untuk perempuan diterbitkan bulanan hingga mingguan.

Kemajuan teknologi juga ikut andil. Teknologi percetakan yang canggih dan semakin cepat. Novel-novel dicetak semakin rapi dan ilustrasi-ilustrasi sampul dengan warna yang atraktif sehingga menarik perhatian pembaca. Pembaca pun mulai meninggalkan buku-buku yang bersampul monoton.

Kultur sastra pop yang semakin membumi membuat industri-industri percetakan semakin haus akan keuntungan. Target para penerbit bukan lagi pada sastra yang bermutu tetapi menjual beberapa karya yang terjual dalm jumlah besar dan best seller. Tak heran jika muncul penerbit-penerbit musiman untuk menerbitkan naskah-naskah laris.

Menurut Tinneke Helwig, umumnya suatu tulisan dianggap sastra pop apabila karya tersebut menjadi bagian dari media massa dan sebagai salah satu aspek dari budaya industri. Krenanya, derajat sastra pop ini diturunkan menjadi barang dagangan yang dijual untuk mencari keuntungan besar.

Sastra pop ini mencuat ketika satu atau dua hasil karya sastra sukses di pasaran. Hal ini membut pemcaba seakan-akan meminta bacaan yang sejenis lebih banyak lagi. sebagai contoh novel Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar. Penerbit musiman pastinya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. mereka berbondong-bondong membuat novel dengan mengangkat tema dan struktur sastra pop yang sama. Sehingga pada saat itu banyak novel yang bercerita tentang dosen, mahasiswa, dan kampus. Begitu pula ketika novel laris yang bercerita tentang kehidupan siswa remaja, sekolah, dan sekitarnya, membuat novel sejenis meruak di pasaran dan menenggelmkan novel-novel dengan tema kampus. Hal ini tidak lepas dari andil para pemegang pasar membaca selera konsumen.

Menurut Sumardjo, alasan sastra serius kurang diminati oleh kalangan muda karena perkembangan sastra pop terlampau inovatif. Sastra-sastra serius yang memiliki nilai estetika yang tinggi sangat sulit dinikmati sehingga kalangan terpelajar lebih memilih sastra pop yang lebih mudah dicerna.

Sastra pop kimi menjadi perhatian yang serius. Buktinya banyak perguruan tinggi yang mengkaji masalah-masalah sastra pop (skripsi dan tesis). Hasil dari kajian-kajian sastra pop ini membuat sastra pop memiliki genre yakni teenlit, chiclit, dan momlit. Teenlit merupakan target bacaan remaja usia belia SMP-SMA. Chiclit ditujukan ada remaja dewasa usia 17-26 tahun.

Pada tahun 2004 novel-novel bergenre chiclit dan teenlit ini penjualannya meledak hingga 40.000 eksemplar. Penulis-penulis ini tercatat dalam daftar pengarang di toko buku Gramedia Grup berjumlah lebih dari 150 orang dan 99% adalah perempuan.

Novel-novel yang menjamur ini pun tidak lepas dari budaya masyarakatnya. Poplit (pop literature)kaya akan informasi tentag institusi sosial, ideologi, gaay hidup, dan nilai-nilai baru yang berkembang dalam masyarakat kontemporer. Kondisi ini memang menguntungkan perkembangan sastra Indonesia, akan tetapi dampak kapitalisme ini memengaruuhi kualitas sastra yang beredar di masyarakat. Pnerbit pun—dengan landasan ekonomi—ikut melanggengkan proses konstruksi mindset pembaca dengan menentukan jenis karya publik dan mengarahkan selera publik.

Buku-buku ini mengandung wacana-wacana hedonisme. Secara umum hedonisme berarti pandangan hidup yang dianggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup (Tim Penyusun Kamus, 2000:394). Kaum hedonis branggapan bahwa hidup hanya satu kali, karenanya harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, menikmati hidup senikmat-nikmatnya, hidup bebas tanpa batas. Pandangan ini sudah ada sejak zaman Yunani Kuno yakni pandangan Epikurus, “Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu karena esok engkau akan mati”. Epikurus adalah seorang filsuf Yunani yang beanggapan bahwa pengajaran kesenangan dan kegembiraan adalah sesuatu yang sangat alamiah. Menurutnya, orang yang bijaksana tidak takut pada kehidupan karena para dewa tidak memerhatikan manusia. Filsafat Epikurus mengarah pada jaminan kebahagiaan pada manusia (Solomon & Higgins, 1996:142-144).

Nah, gaya hidup hedonis ini tidak lepas dari budaya pop masyarakat Indonesia, khususnya kalangan remaja. Menurut Dominic Strinati dalam Populare Culture, pengalaman populer biasanya lahir karena budaya konsumsi yang didukung oleh teknologi informasi mutakhir. Jika kesenian tradisional muncul karena kehendak rakyatnya (denga tradisinya); kesenian rakyat dengan kehendak bangsanya (dengan idelogi kerakyatannyaa); seni populer lahir dan bertahan lebih lama karena kehendak media (dengan ideologi kapitalisme dan konsumerismenya).

Sekarang, hubungan manusia dan media begitu kompleks. Tidak lagi membahas fungsi media untuk mengungkapkan perasaan dan gagasan media, tetapi bagaimana media yang mampu mengatur gagasan dan menata perasaan manusia. Artinya, mau tidak mau, suka tidak suka manusia mengalami rasa dan kemanusiaannya lewat realitas media yang dihadapkan pada masyarakat.

Media berkontribusi dalam menciptakan budaya populer. Populer yang dimaksudkan adalah populer yang lahir melalui cara bagaimana orang-orang zaman sekarang mengkonsumsi barang-barang. Budaya konsumerisme ini menyebabkan terjadinya penyerangan rasa, baik dalam mengkonsumsi barang-barang fisikal sampai dengan cara berpikir. Inilah yang dapat kita lihat pada poplit remaja saat ini, mulai dari cover yang seragam; desain grafis khas remaja yang full colours, gaya bahsa yang metropolis, dan kehidupan tokoh-tokoh yang penuh dengan hedonisitas.

Dalam teori kesusastraan, Wellek & Warren (1990:109) menyebutkan bahwa hasil sastra pada dasarnya menyajikan sebuah gambaran kehidupan, kehidupan masyarakat pada realitas sosial yang nyata.

Maka dari itu, teenlit dan chiclit ini juga merupakan gambaran kehidupan masyarakat—masyarakat metropolis yang penuh dengan hedonisitas. Menurut Warren, anak remaja lebih mudah terpengaruh oelh buku bacaan/sastra daripada orang dewasa. Bagi mereka yang kurang berpengalaman tentang karya sastra, akan meperlakukannya dengan cara naif. Mirisnya, poplit ini bukan dianggap sebagai interpretasi kehidupan tetapi transkrip kehidupan sehingga mereka melakoni/menjalani kehidupan mereka sesuai dengan apa yang ada di poplit tersebut.

Berikut beberapa teks kutipan wacana hedonisme pada poplit. Gambaran-gambaran seragamnya gaya hidup hedonis, mulai dari gaya bahasa yangmetropolis, hingga pola-pola konsumsi yang menggambarkan strata kelas.

“Eh, berani nantang gue ya elo? Inget ya, gue yang bayar elo, elo! Kalian ngerti?” (Duo Tajir:7)

“Ya, Allah lembutkanlah hati orang tua gue. Buatlah mereka nerima gue. Gue pengen banget deket sama mereka. Gue pengen mereka cinta sama gue dan ngasihi gue seperti orang tua lainnya. Ampunilah dosa-dosa gue dan dosa-dosa orang tua gue. Lindungilah mereka di manapun mereka berada. Amiin.” (Duo Tajir:20)

Sambil berjalan menuju sebuah mobil Jaguar X-Type, Ryan memikirkan di mana dia akan memasang foto itu. (Kisah Pencarian Sejati Diaroma Sepasang Albana: 20)

Dia bergelar eksekutif muda yang tampan, jenius dan sangat produktif. Beberapa perangkat diri yang mendukungnya menjadi idola. 

Dunia eksekutif dengan gaya hidup kosmopolis mendominasi. Eksekutif muda. Entahlah, seperti ada persyaratan khusus untuk meraih gelar ini. dari mulai penguasaan beebrpaa bahasa asing. Jamuan-jamuan makan dan pesta-pesta yang harus dikunjungi. Selalu mengikuti isu-isu global, sampai menggandeng wanita-wanita cantik. Sebagian positif, sebagian entah.... Kehidupan yang serba syahbat.... (Kisah Cinta Sejati Diaroma Sepasang Albana:98)

President Suite Room ...

Besar, mewah dan eksklusif .....

Ruangan pertama berupa entry body diteruskan lounge, ruang duduk, dan ruang makan, khususnya dengan seperangkat meja makan.
Masuk ke ruangan berikutnya adalah master bedroom denga king size bed, dilengkapi satu set single lounge seating dan meja kerja. Di kanan-kiri master bedroom terdapat side table bed tempat meletakkan lampu duduk yang bisa diatur cahayanya. Sebuah televisi ukuran 3 inchi berada tepat di depan master bedroom. Di pojok ruangan ada pintu yang mengarah ke kamar mandi dengan empat fixture master bathroom. Di pojok ruangan yang lain terdapat sebuah dressing area, dilengkapi dengan satu set meja rias, lemari pakaian, dan rak barang.

Desain interiornya bergaya Eropa klasik, dengan warna white rose. Romantis. Rani merasa sedang masuk ke surga. Dia tak pernah tahu akan dibawa ke tempat seperti ini. berbagai macam perasaan bergolak dalam hatinya, antara canggung, takut, sekaligus bahagia. (Kisah Pencarian Cinta Sejati Diaroma Sepasang Albana: 109)

“Gue lupa kalau rumah ini nggak nyediain ayam goreng crispy, pizza, hamburger, dan hotdog kesukaan gue.” (Biarkan Stef Pergi: 27)

Brenda dan Tatha sering mengadakan pesta menginap kayak film-film luar negeri yang dihadiri oleh Lana, Bella, Brenda, dan Tatha. Acara ini seringkali diadakan di rumah Tatha. Soalnya rumah Tatha paling luas. Dalam pesta menginap itu mereka bermain truth or dare.(Lana and The Prince: 61)

“Oh, aku terbelalak! Alangkah mulianya Lidia! Menyemprotkan parfum Elizabeth Arden di sekeliling ruangan kamar mandi?! Ck...ck...ck... alasan macam apa ini? (U!:55)

“Lagi pula gue juga, kan, yang menikmati hasilnya?! Kalau bukan karena Bokap. Gue gak akan bisa liburan ke luar negeri dua kali setahun dan gue gak mungkin mengelilingi Jakarta pake VW Beetle hitam gue sekarang.” (U!:44)

“Lo tau gak, sih? Ternyata di kafe itu ada orang yang baru jadian. Mereka berdua ciuman... mesraaaa bangeeet! Trus sambil ditepuktanganin sama orang-orang di kafe itu lagi. Gila! Romantis bangeeet!” Ujar Samira sambil mendesah. Yang lain ikutan. (U!:83)

“Boleh. Pergi sekarang, yuk. Ntar kesorean lagi. gue dah lama juga sih, nggak ke mal. Window shopping aja. Siapa tahu bisa bikin kepala adem dikit. (Cinta Jemuran:159)

“... Di Plaza Senayan lagi! Mal, yang sebagian besar diinjak oleh bule dan orang-orang ternama. (Pamer Pacar: 54)

“... Tapi apa daya... no money. Papa hanya memberikan uang setengah juta doang untuk pergi ke sini. Setengah juta bisa membeli apa di mal yang terkenal mahalnya ini?” (Pamer Pacar: 168)

“... Papa akan kasih kamu uang lima juta tunai buat membeli jaket mutiara kesukaan kamu....” (Pamer Pacar: 53)

“Papa lihat kotak make up Vel, nggak? Yang warnanya silver itu lho! Kalau nggak ketemu, lebih baik Vel nggak usah sekolah sekalian.” (Pamer Pacar: 4)

“Nggak terlupa, parfum Christian Dior yang paling kusukai kurasa cukup untul menyita pandangannya.” (Pamer Pacar: 37)

“Gimana kalo abis ke salon, kita makan pizza?!..” (Pamer Pacar: 208)

Mama baru balik dari Belanda. Mama bisnis ekspor mutiara, sekalian dia ke sana ngurus tempat tingga; sama kendaraan buat Tian... (Loventure:155)

“... Bulimia berbahaya buat kesehatan kamu, Retta...” (TTM:56)

“Selain karena dasar wajahnya memang jele, sebagai gambarannya adalah merongos, hitam, plus kempot.” (Santri Tomboy: 10)

Barang belanjaan mereka sudah mulai banyak terutama barang belanjaan Enjoy. Waah mahal-mahal banget dan bermerk. Soalnya kalau nggak gitu dia ngerasa bukan si Enjoy Tulen. (Santri Semelekete: 90)

“Mm, kamu mau tak ajak ke sebuah tempat gaul, tak kenalin sama gaya hidup baru remaja masa kini. Hidupmu nanti akan berubah. Penuh kebanggan dan kebebasan. Di situ kamu bisa ngelupain segala problem yang menguras pikiran dan tenaga. Gimana? Mau nyoba? Mumpung belum tua lho!” (Santri Semelekete: 71)

Gayung mereka berjajar rapi sesuai dengan aturan antri. Suatu budaya yang tak pernah aku lakukan ketika masih di rumah. Yang kutahu aku harus mendapat giliran yang lebih dulu tanpa memikirkan orang lain suka atau tidak yang penting aku menang. (Diary Hitam Putih: 22)

Sepasang mata Raha menyaksikan acara itu dengan hati miris. Ia merasa betapa pacaran memang sangat terlarang buat santri. Dilarang Pondok berarti dilarang oleh agama. Ah, sungguh berat jadi santri. (Santri Baru Gede: 167)

Dapat dilihat dari gaya bahasa, rata-rata—sangat banyak—dari teenlit/chiclit ini menggunakan bahasa betawi. Bahasa yang keseharian digunakan di Jakarta dan sekitarnya. Kota urban, gambaran kota modern dan metropolis. Sekalipun latar belakang tempat pada novel tidak diceritakan di Jakarta.

Gambaran-gambaran gaya hidup mewah, seperti memiliki hidup mewah (barang lux dan mahal), penggunaan percakapan bahasa inggris, pakaian mahal dan bermerek, membentuk strata sosial yang tinggi di masyarakat. Menghambur-hamburkan uang untuk memenuhi keinginan pribadi, sekolah di luar negeri, liburan ke luar negeri, merupakan gambaran bahwa luar negeri itu bergengsi, negara ideal yang ada di benak masyrakat Indonesia seperti kita. Sekali lagi, ini bertujuan untuk membentuk strata sosial yang tinggi.

Gaya hidup hura-hura lainnya adalah menghabiskan uang dan waktu untuk mempercantik diri ke salon (khususnya perempuan), pedicure, manicure secara berlebihan. Mengkonsumsi obat-obatan terlarang, minuman keras, berganti-ganti pasangan, freesex, merupakan gaya hidup/budaya yang diadopsi dari negara-negara barat berpaham liberal. Negara ideal yang ada di kepala masyarakat kita.

Menetapkan standar kecantikan dan ketampanan yang lagi-lagi dari standarisasi karakteristik orang-orang barat, putih, tinggi, langsing, dan sebagainya. Di luar dari karakteristik itu, manusia itu jelek. Atas dasar ini, orang-orang mulai melakukan segala cara untuk menjadi cantik menurut hegemoni ini.

Attitude-attitude pembangkangan, kebebasan, melanggar segala peraturan yang menghambat kesenangan dan kebahagiaan, dan berujung pada individualisme juga terkandung dalam poplit ini. Ironisnya, novel-novel bertemakan islami—yang seharusnya mempertahankan budaya timur—justru mengadopsi produk-produk hegemoni barat (baca teks Kisah Pencarian Cinta Sejati Diaroma Sepasang Albana, Santri Semelekete, dan Santri Baru Gede di atas). Wacana-wacana ini sesuai dengan filsafat Epikurus. Bahwa hidup hanya sekali dan Dewa telah mati sehingga memenuhi kesenangan inderawi adalah kewajaran. Karena Dewa telah mati dan tidak lagi memerhatikan kebahagiaan manusia, maka manusia harus menciptakan kebahagiaannya sendiri.

Novel-novel pop ini berterbangan dan merasuki jiwa-jiwa remaja yang akan melahirkan hedonis-hedonis baru yang nantinya akan masuk ke novel-novel pop ini kemudian lahir generasi baru dan seterusnya. Melanggengkan kapitalisme sejak dini. What we have to do??? You’ve to answer this by your own self first.

Referensi : Wacana Hedonisme dalam Sastra Populer Indonesia, Cahyaningrum Dewojati, M. Hum
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Mengenai Kami

Foto saya
Jika Ionia, tempat bermulanya pemikiran Yunani, dianggap sebagai tempat kelahiran kebudayaan Barat, maka diharapkan kehadiran Rumah Baca Philoshopia dan taman baca lainnya yang ada di Makassar akan menjadi spirit dan benih revolusi paradikmatik di Kota Anging Mamiri ini.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Rumah Baca Philosophia - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template